9.25.2011

Orangutan Juga Punya Budaya

Orangutan Juga Punya Budaya ("The Orangutan also has Culture")
by Save The Orangutan on Tuesday, September 7, 2010 at 5:50am

Ternyata tidak hanya manusia yang mempunyai budaya. Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii ) pun demikian. Tapi budaya yang dimaksud tentu saja tidak secanggih, dan teratur seperti halnya manusia. Setidaknya itu diungkapkan oleh peneliti muda asal Washington, Meredith L Bastian, dari Departemen Biologi Antropologi dan Anatomi Universitas Duke, ketika mempresentasikan hasil penelitian sementaranya, tentang orangutan liar yang ada di Sungai Tuanan dan Sungai Lading, Kalimantan Tengah, di Universitas Nasional, Jakarta.

“Bisa dikatakan ini baru analisa sementara. Untuk memastikan hal itu diperlukan penelitian dengan waktu bertahun-tahun. Sedangkan saya baru masuk beberapa bulan ini, dan belum pada penyelesaian akhir yang tuntas. Namun tentu saja sangat menarik, ketika mereka bisa berbicara satu dengan lainnya dengan caranya. Atau secara sosial mereka juga punya, atau bagaimana cara mereka membuka makanan. Kalau hal semacam itu tidak bisa dikatakan budaya, setidaknya perilaku semacam itu hanya bisa dilakukan oleh makhluk hidup yang mempunyai tingkat kecerdasan seperti manusia,” jelasnya.

Meredith sendiri akan menyelesaikan penelitian ini hingga akhir tahun atau hingga waktu diperlukannya cukup. Dia akan membuat tesis: Effect of Dispersal Barrier on Cultural Similiarity in Wild Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbu). Orangutan liar yang dia teliti berada di daerah sungai Tuanan (350 ha) dan sungai Lading (200 ha). Keduanya berada di provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).

Menurutnya ada perbedaan dalam bahasa pada orangutan di dua tempat tersebut. Orangutan yang ada sungai Tuanan misalnya. Mereka berbicara dengan sesamanya dengan mengeluarkan suara dan tones seperti suara ciuman. Sementara di sungai Lading suara dan tone-nya seperti suara berbunyi, “Tak, tik. Tok”.

“Saya belum bisa menganalisa ini lebih dalam. Tapi saya juga melihat bahwa orangutan di sana punya bahasa dimana mereka bisa membaca pikiran kawannya. Ketika itu, salah satu orangutan di sana hanya saling menatap, kemudian yang lainnya langsung memberikan sesuatu yang tampaknya dibutuhkan orangutan tersebut.”

Yang menarik lainnya, jelas Meredith lagi, dan menurutnya ini sangat tidak biasa dan dia tidak pernah melihatnya, adalah bahwa mereka juga saling berpelukan, mencium, dan hal-hal yang menunjukkan tingkat kasih sayang orangutan itu tinggi. Dia juga melihat keterbatasan makanan yang tersedia di hutan tersebut, membuat orangutan juga mulai menyeleksi alternatif makanan lainnya yang harus dia makan untuk menyambung hidup. Selain itu dia melihat orangutan bisa membuka buah yang keras dengan berusaha menggigitnya langsung. Namun ini sangat berbeda dengan orangutan yang ada di Sumatera yang sudah mengenal alat jika mereka akan membuka buah yang lebih keras kulitnya.

“Namun itu juga belum tentu bahwa orangutan di Sumatera lebih pandai daripada di Kalimantan. Karena mungkin secara ekologis, situasi dan kondisi hutan dan lingkungannya berbeda. Tapi yang jelas daya tangkap mereka sangat tinggi, sangat cerdas. Ketika hujan atau terlalu panas, orangutan akan mencari daun yang panjang dan lebar untuk menutup kepalanya sebagai perlindungan,” tambah Meredith.
Menurutnya, jika saja habitat orangutan itu didukung dengan baik dan jauh dari ancaman deforestasi, perambahan dan kebakaran, mungkin saja orangutan bisa menyempurnakan “budaya”-nya dengan lebih baik. Sayangnya, kondisi hutan di Kalimantan, menurutnya sudah pada tahap yang mengkhawatirkan. Menurutnya untuk habitat orangutan maka dua tempat itu sudah sangat kecil sekali bagi orangutan bisa bebas dan mencari sumber penghidupannya.

“Makanan mereka sangat terbatas sekali. Sekarang ini akhirnya mereka banyak yang memakan buah yang sangat kering, karena bekas kebakaran hutan dulu,” jelasnya.

Banyak yang mati
Kenyataan lain yang dia lihat dari kehidupan orangutan liar di sana adalah banyaknya kasus kematian orangutan. Hingga saat ini dia belum mengetahui penyebabnya. Namun menurutnya ada kawannya yang lain, tengah menyelidiki parasit dalam faeces orangutan. Nanti akan diketahui lebih lanjut apakah kematiannya karena parasit, atau karena kondisi hutan gambut yang sangat-sangat kering sehingga banyak orangutan “kekeringan” atau karena makanan tersedia terbatas.

Bisa jadi juga banyak kasus kematian karena melahirkan. Ini masih perlu penelitian detil tersendiri. Namun memang saya sering lihat banyak anak-anak orangutan yang harusnya masih dalam ayoman ibunya, kini harus mengurus dirinya sendiri dengan sarang yang dibuatnya sangat sederhana dan mungkin buruk sekali.

Meredith mengatakan bahwa hasil penelitian sementaranya ini akan diteruskannya lagi dengan langkah penelitian selanjutnya. Dia akan meneliti tentang seberapa seringnya orangutan tersebut bisa berhubungan dengan site lainnya. Termasuk meneliti DNA dimana dia akan menyusuri perilaku yang didapat orangutan tersebut.


No comments:

Post a Comment